Medan,Metro
Sumut
Tentang kasus-kasus
penyerobotan tanah di Sumatera Utara (Sumut) yang terjadi sejak zaman Orde Baru
hingga sekarang, masih tidak kunjung tuntas. Jumlahnya diperkirakan mencapai
700 kasus dan menyangkut ratusan ribu hektar tanah yang diserobot.
Anggota Komisi A DPRD Sumut Syamsul Hilal menyatakan, kasus-kasus tanah itu tidak kunjung bisa diselesaikan karena tidak adanya kemauan secara politik dari para pejabat publik, seperti bupati maupun Gubernur Sumut,"Selama tidak ada political will, maka kasus-kasus ini tidak akan selesai"Kata Syamsul Hilal
Anggota Komisi A DPRD Sumut Syamsul Hilal menyatakan, kasus-kasus tanah itu tidak kunjung bisa diselesaikan karena tidak adanya kemauan secara politik dari para pejabat publik, seperti bupati maupun Gubernur Sumut,"Selama tidak ada political will, maka kasus-kasus ini tidak akan selesai"Kata Syamsul Hilal
DPRD Sumut
berbagai upaya terus dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan tanah yang
terus muncul,masalahnya mencakup banyak hal,baik di level pemerintah daerah,
maupun perusahaan perkebunan swasta maupun milik negara yang melakukan
penyerobotan tanah itu di masa lalu. Tiga perusahaan perkebunan milik negara di
Sumut, yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2, PTPN 3, dan PTPN 4 bagian dari
persoalan ini,"Maka itu, sekarang ini sedang diupayakan pembentukan
Panitia Khusus atau Pansus Tanah yang akan mengupayakan penyelesaian
kasus-kasus ini" Tambah Syamsul Hilal
Menurut Hilal, pada
masa Gubernur Rizal Nurdin sudah dibentuk tim B-Plus yang tugasnya khusus untuk
mengiventarisir persoalan tanah yang ada di Sumut dan kemudian menjadi tim yang
menyelesaikan persoalan itu, mencari solusi-solusi masalahnya. Namun kemudian
setelah Rizal meninggal dunia, gubernur berikutnya tidak melanjutkan upaya itu,
mulai dari Rudolf M Pardede, Syamsul Arifin, hingga Gatot Pujonugroho yang saat
ini menjabat Gubernur Sumut.
Kasus perampokan tanah di Sumut pada masa lalu dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan yang mendapat Hak Guna Usaha (HGU). Ini menyebabkan munculnya korban-korban. Kisah-kisah memilukan itu bisa ditemukan sampai sekarang, termasuk misalnya 119 orang yang hilang dari satu desa di Labuhan Batu karena masalah tanah.
"Ada satu desa di Labuhan Batu, warganya yang hilang mencapai 119 orang karena masalah tanah pada tahun 1965. Mereka ditangkap, diduga dibunuh, namun mayatnya tidak pernah ditemukan. Tidak ada yang tahu di mana pusara mereka ini semua, termasuk kepala desanya juga ditangkap tentara pada waktu itu," Ungkap Hilal.(Redaksi)
Kasus perampokan tanah di Sumut pada masa lalu dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan yang mendapat Hak Guna Usaha (HGU). Ini menyebabkan munculnya korban-korban. Kisah-kisah memilukan itu bisa ditemukan sampai sekarang, termasuk misalnya 119 orang yang hilang dari satu desa di Labuhan Batu karena masalah tanah.
"Ada satu desa di Labuhan Batu, warganya yang hilang mencapai 119 orang karena masalah tanah pada tahun 1965. Mereka ditangkap, diduga dibunuh, namun mayatnya tidak pernah ditemukan. Tidak ada yang tahu di mana pusara mereka ini semua, termasuk kepala desanya juga ditangkap tentara pada waktu itu," Ungkap Hilal.(Redaksi)