Bogor,Metro Sumut
Masih ingat tentang kisah gunung salak menyimpan
seribu mistik, salah satu warga sekitar lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet
100 (SS100), Gunung Salak, sebut saja bernama Tatang (62), mengaku tak terlalu
kaget Gunung Salak kembali menelan korban jiwa yang diperkirakan lebih dari 40
orang.
Tatang yang merupakan warga asli Cipelang, Cijeruk, Kabupaten Bogor, ini mengungkapkan Gunung Salak menyimpan seribu cerita mistik yang kebenarannya dipercaya oleh sebagian masyarakat setempat.Satu di antaranya, adanya sebuah makam keramat yang terletak di Puncak Mani, Gunung Salak."Di situ, ada makam keramat yang suka dikunjungi orang-orang, ada dari Palembang, dari Medan. Namanya Puncak Mani," ujar Tatang saat ditemui di sekitar Pos Utama Evakuasi Kecelakaan SS 100, Balai Embrio Ternak Kementerian Pertanian Cipelang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tatang yang merupakan warga asli Cipelang, Cijeruk, Kabupaten Bogor, ini mengungkapkan Gunung Salak menyimpan seribu cerita mistik yang kebenarannya dipercaya oleh sebagian masyarakat setempat.Satu di antaranya, adanya sebuah makam keramat yang terletak di Puncak Mani, Gunung Salak."Di situ, ada makam keramat yang suka dikunjungi orang-orang, ada dari Palembang, dari Medan. Namanya Puncak Mani," ujar Tatang saat ditemui di sekitar Pos Utama Evakuasi Kecelakaan SS 100, Balai Embrio Ternak Kementerian Pertanian Cipelang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Menurut Tatang yang mempunyai hobi berburu burung dan babi di Gunung Salak ini, butuh waktu sekitar enam jam dari Balai Embrio Ternak ke makam tersebut. Dan tidak ada jalan umum yang bisa digunakan untuk menuju ke lokasi makam tersebut."Jalannya tidak bagus, kita harus jalan merayap di tebing kalau mau ke makam itu. Sangat sulit, karena tidak ada yang buka jalan ke sana," ungkapnya.
Ia mengatakan, tidak hanya warga lokal, warga dari luar Bogor pun sering menjadikan makam tua tersebut sebagai tempat persemedian dengan tujuan masing-masing. "Namanya kalau kita ke puncak mani, jalannya tidak seperti tebing begini, tapi sudah bebatuan, pohon dan akar besar," imbuhnya.
Tatang mengaku sedikit kecewa karena tim SAR gabungan gelombang pertama yang berjumlah sekitar 72 orang tak melibatkan warga lokal dalam pencarian korban. Padahal, warga lokal yang paling mengetahui beratnya medan dan sejarah di Gunung Salak.
Menurutnya, sebelumnya Gunung Salak juga telah menelan korban jiwa, di mana sembilan mahasiswa yang mendaki tewas dan pesawat jenis Cassa jatuh di lokasi yang tak jauh dari tempat jatuhnya SS100 "Memang ketingginya (lokasi SS100 jatuh) cuma 2.100 meter, tapi karena saya orang asli di sini, jadi sudah tahu. Dulu saja yang sembilan mahasiswa, ketinggian tebing cuma 200 meter, kami hanya bisa duduk saja di bawah. Yang kecelakaan pesawat Cassa di situ. Dan di situ ada Batu Tatap dan jurang di situ. Itu SAR angkat tangan, tapi begitu masyarakat di sini cuma bertiga terjun, bisa mudah mengangkat mayat," Katanya.
Ia menambshksn, satu hal tabu yang pantang dilakukan warga saat mendaki Gunung Salak adalah menyebut bertanya posisi Salak. Hal itu dianggap sebagai penghinaan. "Dari dulu memang mistiknya begitu. Makanya, nanti saya mau menitip ke kepala Basarnas yang mau (naik) ke Gunung Salak, 'Jangan tanya mana Salaknya'. Jangan coba-coba tanya begitu. Kedua, kalau kita kencing harus numpang-numpang. Memang keanehannya Gunung Salak seperti itu," ungkapnya.
Tatang menyangsikan tim SAR gabungan yang berangkat pada pukul 13.00 WIB, mampu kembali ke Pos Utama jika menemukan lokasi jatuhnya pesawat SS100"Saya perkirakan mereka bisa kembali pukul 18.00 WIB. Tapi, kami enggak jamin, mereka kembali lagi ke sini. Jangankan malam, siang saja kabut sudah turun di sini. Saya saja dulu, sampai pernah tidur dengan orang tua yang ada di dekat lokasi itu," tukasnya.
0 komentar:
Posting Komentar